Sabtu, 24 April 2010

MENINGGALKAN ZONA KENYAMANAN

Tjokroaminoto sebenarnya sudah hidup dalam zona kenyamanan. Ia mempunyai istri anak seorang Patih Ponorogo. Tjokroaminoto juga sudah mempunyai pekerjaan enak sebagai ahli kimia dengan gaji yang lumayan.

Tapi tjokroaminoto tidak puas. Ia melihat ketidakadilan di negeri jajahan Hindia Belanda (saat itu belum ada nama Indonesia). Ia ingin sukses membawa rakyat Hindia Belanda ke arah kemerdekaan.

Ia lalu meninggalkan pekerjaannya yang sudah mapan untuk menjadi buruh pelabuhan di Semarang. Ia ingin menghayati kerasnya hidup sebagai buruh dan penindasan terhadap buruh agar ia dapat membela kelas buruh dengan sepenuh hati.

Akhirnya memang ia bisa menghayati penderitaan sebagai buruh dan penindasan terhadap buruh. Ketika ia menjadi ketua Sarekat Islam ia sangat membela kepentingan buruh dan menuntut Indonesia Merdeka.

Seandainya Tjokroaminoto tidak meninggalkan zona kenyamanannya maka kemungkinan tidak akan lahir Tokoh Pergerakan Indonesia Merdeka. Murid-murid yang berguru kepada Tjokroaminoto (yang menjadi Bapak Kos) adalah Soekarno (tokoh nasionalis dan nantinya menjadi Presiden RI), Alimin (tokoh pergerakan beraliran komunis), dan Kartosuwiryo (tokoh pergerakan beraliran Islam Radikal) yang menjadi tokoh-tokoh terdepan dari 3 ideologi berbeda di Indonesia.

Jadi kadang-kadang kalau kita ingin mencapai step berikutnya dari Kehidupan kita, meninggalkan zona kenyamanan itu diperlukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar